Saya selalu
tertarik ketika menyimak berita tentang pelecehan seksual. Baik itu pelecehan
yang sekedar colek-colek di angkutan umum atau pun sampai benar-benar
pemerkosaan. Bahkan tidak jarang pemerkosaan ini berujung pembunuhan sebagai
upaya penghilangan jejak oleh pelaku.
Ketertarikan saya menyimak berita pelecehan seksual ini bukan karena saya senang atas kejadian
ini. Tetapi saya menganggap berita ini sebagai lelucon dan hiburan belaka.
Kenapa tidak? Karena kasus semacam ini sudah bertahun-tahun diberitakan tapi
tanpa ada upaya pencegahan untuk masa mendatang.
Setiap mendengar berita semacam ini, semua pihak ramai-ramai
mengecam pelaku. Komisi Perlindungan Perempuan beserta keluarga korban menuntut
pengadilan agar menghukum pelaku dengan hukuman seberat-beratnya. Saya rasa ini
wajar-wajar saja; karena saya juga berada di barisan orang-orang yang mengecam
perilaku ini.
Mengecam pelaku, Tidak Menyelesaikan Masalah
Mengecam dan melaknat pelaku pelecehan seksual saya yakin
sudah dilakukan sejak awal sejarah terjadinya pelecehan seksual. Dan nyatanya
itu tidak menyelesaikan masalah. Bahkan setiap hari, setiap bulan dan tahun
jumlah kasus pelecehan semakin banyak,
semakin subur. Seakan tidak ada habisnya.
Menurut saya, mengecam dan menghukum pelaku hanya lah
tindakan sementara. Seperti kita membasmi rumput dengan memotong tunasnya
tetapi membiarkan akarnya. Pada saat dipotong akan terlihat bersih, tetapi
beberapa waktu lagi akarnya akan menumbuhkan tunas baru. Bahkan akan lebih
lebat dan subur dari tunas sebelumnya.
Kenapa yang dilakukan hanya mengecam? Tidak kita cari akarnya.?
Atau kita hanya akan berteriak bersama-sama setiap kali kasus
ini terjadi?
Beberapa Penyebab terjadinya kasus pelecehan seksual
1.
Maraknya porno aksi
dan pornografi
Beberapa tahun yang lalu ketika ada gagasan RUU APP, semua
pihak yang merasa dirinya pembela hak asasi manusia mengecam undang-undang ini.
Dinggapnya, UU APP ini akan membunuh hak berkreasi bagi wanita. Atas nama seni
dan HAM, semua yang berbau porno boleh dilakukan. Atas nama budaya, semua jadi
legal.
Realitannya:
Banyak pelaku pelecehan seksual yang ternyata terinspirasi
oleh hal yang berbau porno di sekitarnya. Apa yang dia saksikan di media
ternyata bisa membangkitkan fantasinya yang menyimpang. Jangankan melihat orang
yang benar-benar telanjang, melihat wanita berbusana rapi pun bisa ia
telanjangi dengan fantasinya.
Masih kurang bukti apalagi jika pornografi/ porno aksi berdampak buruk bagi kehidupan sosial dan merusak
tatanan moral.
Argumen mereka
(pejuang porno) bahwa jika melihat orang telanjang dengan kacamata seni tidak
akan membangkitkan nafsu seks.
Menurut saya, itu
argumen munafik. Mana ada orang normal (sehat seksual) tidak bangkit birahinya
ketika melihat wanita telanjang. Atau jangan-jangan para pejuang pornografi itu
adalah kumpulan orang-orang sakit.
2.
Pergaulan yang Tidak
Terkontrol
Ketika dibahas masalah pergaulan wanita dan pria, juga
masalah pacaran, banyak orang yang
menganggap hal itu biasa saja. Bahkan orang tua yang memiliki anak perempuan
pun merasa nyaman- yaman saja ketika anak gadisnya diajak pergi oleh seorang
pria asing.
Mungkin kita
boleh saja beranggapan jika pacaran tidak berdampak buruk. Tetapi kita jangan
lupa jika pacaran juga ada permainan
emosi dan perasaan. Pada titik inilah wanita lemah.
Wanita bisa saja membela diri dengan fisik ketika dilecehkan,
karena dia membekali dirinya dengan ilmu bea diri. Tapi pada sisi perasaan dia
lemah.
Realita:
Sudah berapa wanita yang rela menyerahkan kehormatannya
kepada pria dekatnya dengan alasan suka sama suka.? Sudah berapa anak gadis
yang hilang kegadisannya karena alasan cinta?
Awalnya dengan alasan sama-sama suka, cinta dan kasih sayang,
si gadis menyerahkan kegadisannya. Tetapi ketika pada kondisi yang tidak
bersahabat dia akan berteriak dan mengatakan kalau dia diperkosa. Dia korban.
3.
Wanita yang Kurang
Hati-Hati
Pernahkah terlintas dalam pikiran anda, jika wanita (korban)
punya andil besar dalam kasus ini?
Jika anda wanita, pasti akan menolak pernyataan wanita
punya andil besar dalam kasus pemerkosaan. Saya yakin anda akan mengatakan
jika anda adalah korban. Bukan pelaku.
Salah. Anda korban, tetapi anda juga pelaku.
Realita:
Jika ada seorang wanita yang mau diajak bepergian oleh
sekelompok pemuda, satu wanita berbanding lima pria, kemudian dia diperkosa.
masihkah anda menganggap ini wanita baik-baik? Atau anda akan beranggapan
seperti anggapan saya?
Ditempat yang lain, seorang wanita berpakaian seksi [tidak
senonoh] dan berdiri ditengah kerumunan laki-laki kemudian merasa dilecehkan
dan diraba-raba oleh seseorang. Bukankah sudah disediakan area khusus wanita.?
Dalam satu kesempatan memang wanita lah penyebab malapetaka
itu terjadi. Dia sengaja memberi umpan laki-laki untuk menggodanya.
Dalam kondisi seperti ini, akan kah anda membela wanita?
Si pelaku [pria] mesum itu sudah jelas salah dan perbuatannya
tersebut tidak bisa dibenarkan. Tetapi membela wanita yang mengaku sebagai
korban pun adalah tindakan salah.
Yang bijak adalah menilai keduanya (pelaku dan korban)
sama-sama salah.
Islam punya solusinya
Dalam sebuah ayat di sebutkan
larangan untuk mendekati zina.
Kata orang bodoh, “yang dilarang kan mendekatinya, kalau
zinanya kan boleh”.
Ini pemahaman yang benar-benar bodoh. Yang benar adalah mendekatinya
saja tidak boleh, apalagi zinanya.
Agar tidak terjadi pelecehan seksual, harusnya kita
bersama-sama menghindari faktor pendorongnya; pornografi, pergaulan yang tidak
terkontrol, kurang hati-hati dan mawas
diri dsb.
Dengan memberantas faktor penyebabnya, berarti kita memotong akar.
Akar dari semua permasalahan seksual menyimpang.
Butuh kerjasama antara pria dan wanita dalam memberantas kasus ini. Pria
sudah berhati-hati tetapi wanita menggoda. Atau wanita sudah berhati-hati
tetapi otak laki-laki mesum.
Firman Allah SWT:
1.
Jangan mendekati Zina
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS.
Al-Isra; 32)
2.
Menjaga Pandangan
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا
فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30)
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ
بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا
لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ
أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا
يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا
إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (31)
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang mereka perbuat".
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera
saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang
mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan
janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur: 30-31)
Oleh: Ahmad Hilmi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar