Pages

Minggu, 21 April 2013

Ibu Kartini Menagis


Hari ini, tepatnya tanggal 21 maret sebagian besar warga indonesia memperingati hari kartini. Mulai dari siswi playgroup sampai siswi SMA semua mengenakan pakaian daerah sebagai  identitas wanita indonesia.

Jika dilihat dari sisi nasiaolisme, tidak ada yang salah dengan peringatan Hari Kartini tersebut.  Karena memang R.A. Kartini tercatat sabagai salah satu pahlawan nasional Indonesia. Beliau menorehkan tinta emas dalam upaya mengentaskan kebodohan dikalangan wanita.  Beliau mempejuangkan hak pendidikan bagi kaum waita yang selama ini diabaikan.

Pertanyaan kita sekarang adalah sudahkah para wanita indonesia yang selama ini memperingati Hari Kartini sudah sejalan dengan nilai yang di perjuangkan oleh R.A. Kartini  atau malah justru sebaliknya?


Hak yang diperjuangkan R.A. Kartini
Dalam sejarah yang kita pelajari dulu tentang R.A. Kartini adalah beliau seorang pejuang wanita yang menuntut haknya  dalam hal kesamaan hak mendapatkan pendidikan yang setara dengan kamu pria.

Dalam salah satu kutipan surat beliau yang terangkum dalam buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”, beliau mengatakan:
 “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.”

Jika dilihat dari teks surat diatas, sudah jelas apa yang di perjuagkan oleh R.A. Kartini adalah sesuatu yang sangat mulia. Beliu sangat sadar betul peran penting wanita dalam mendampingi kaum pria. Sebuah peran yang sangat sesuai dengan fitrah yang digariskan Allah untuk kaum wanita. Wanita melahirkan manusia  sekaligus sebagai pendidik pertama manusia yang dia lahirkan.

Pentingnya pendidikan bagi kaum wanita
Ada sebuah ungkapan bijak yang berbunyi: “jika kita ingin mencetak generasi yang handal dan cerdas, maka siapkan  dulu wanita yang handal dan cerdas. Tetapi jika kita ingin membodohkan sebuah generasi, maka bodohkan dulu wanitanya.”

Pandai dan bodohya  wanita  sangat berpengaruh terhadap pandai dan bodohnya generasi selanjutnya. bermoral dan tidaknya wanita sangat berdampak terhadap beroral dan tidaknya generasi dibawahnya.

Lantas apakah dengan memandaikan wanita bisa menjamin pandainya generasi selanjutnya??

Jika kita menyimak kembali surat R.A. Kartini diatas, sangat jelas bahwa pintar dan pandainya wanita ditujukan untuk memintarkan anak-anaknya. Hal seperti ini lah yang memiliki hubungan kuat antara pandainya wanita dengan pendainya generasi setelahnya.

Tapi bagaimana jadinya jika pandainya wanita tidak disalurkan kepada anak-anaknya. seorang ibu yang pandai, mempunya tingkat akademik yang tinggi namun sibuk diluar rumah melupakan tugas utamanya untuk mendidik anak-anaknya. yang seperti ini jelas pandainya wanita tidak berpengaruh terhadap pandainya generasi selanjutnya.

Ada sebuah gambran yang sangat mengejutkan di dalam sebuah keluarga, seorang ibu yang sangat pandai, memiliki tingkat pendidikan yang tinggi namun pendidikan anak-anaknya dia serahkan dan percayakan kepada pembantu rumahnya.
Sebenarnya tidak menjadi masalah jika pembantnya itu pandai  dan memiliki kecakapan mendidik anak. Jika tidak? Jawabannya ada pada masing-masing penilaian anda.
Jika


Wanita berkarir, kenapa tidak?!
Tidak ada yang perlu ditakutkan dan dihawatirkan dengan berkarirnya wanita. Bahkan wanita pun punya andil penting dalam kemajuan bangsa.
Tapi yang perlu dikaji kembali adalah sifat karir dan pekerjaan yang digeluti wanita tersebut. Dan yang tidak kalah penting adalah wanita tidak melupakan tugas utamanya sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya.

Antara emansipasi dan karya “habis gelap terbitlah terang”
Karya R.A. kartini yang sengat kita kenal adalah bukunya yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Karya tersebut sebenarnya kumpulan surat menyurat beliau dengan   Prof. Anton dan istrinya.
Seperti yang sudah kita kutip diatas, diantara isi surat itu berkisar pembicaraan seputastuntutan  kesamaan hak pendidikan antar kamu waita dan pria. Tidak ada lagi diskriminasi tehadap kaum wanita dalam hal pendidikan. Ini lah yang kita kenal dengan gerakan emansipasi ala kartini.

Namun dalam perjalanannya, sejarah emansipas yang diusung oleh R.A. Kartini agaknya dipelintirkan oleh kaum liberal dan terkesan ada upaya pembodohan sejarah. Bahkan hal ini dijadikan senjata ampuh untuk menghancurkan kaum wanita dari sisi fitrahnya.

Dengan iming-iming  kesamaan hak, wanita boleh melakukan apa saja yang dia inginkan. Wanita harus sama seperi laki-laki dalam segala hal. Laki-laki bekerja diluar rumah, maka waita harus keluar dari rumah juga.

Agaknya kaum liberal kurang memahami konsep adil yang benar. Jika wanita malahirkan, apakah kaum pria juga harus melahirkan? Jika mayoritas kaum pria mampu mengangkat beban  berat diatas pundaknya, maka apakah wanita juga dipaksakan untuk mengangkat beban yang berat.
Dilihat dari sisi fisik saja, antara kaum pria dan wanita sudah sangat berbeda. Begitu juga dengan psikologi dan emosi, semua berbeda.
Lantas, haruskah perbedaan seperti ini dipaksakan untuk disamakan.??

Jika yang digadang-gadang adalah konsep emansipasi menurut  kaum liberal, maka bukan ‘habis gelap terbitlah terang’ yang terjadi. Jusrtu sebaliknya, ‘habis terang datanglah gelap’.
Ini jalas keluar dari cita-cita R.A. kartini yang ingin mencetak generasi handal dengan mencerdaskan wanita.
 Ibu Kartini menangis. Sangat memilukan

Adil Tidak  Harus sama
Jika kita sudah memahami perbadaan yang begitu jelas antara laki-laki dan perempuan, maka yang perlu kita lakukan adalah pembagian tugas.
Adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan bukan untuk disamakan, tapi untuk saling mengisi dan melengkapi. Wanita melengkapi apa yang tidak dimiliki kamu pria. Begitu pun kamu pria melengkapi apa yang tidak dimiliki kaum wanita. Ada rasa saling membutuhkan antara kedua kamu yang berbeda.
Inilah konsep adil yang sebenarnya.

jika konsep adil semacam ini sudah difahami bersama, maka tidak akan akan terjadi lagi diskrimani dan merasa didiskriminasikan. Dan isu dirkriminasi inilah yang selalu dijadikan senjata kaum liberal untuk merusak wanita. Mereka selalu menganggap ketidaksamaan yang dirasakan kaum wanita adalah bentuk diskriminasi.

Jika kaum waita faham tugasnya
Sebagai warga yang turut meperingati Hari Kartini, seharusnya kita faham betul apa yang dicita-citakan oleh idola kita.
Kaum wanita kembali mengemban tugas utamanya yang sangat mulia; mendidik anak-anaknya agar menjadi bagian dari generasi yang melalukan kmajuan bangsa,

Kaum pria juga memiliki tanggung  jawab yang sama untuk mendorong dan membantu kaum wanita dalam menunaikan tugasnya.

Selamat Hari kartini.

Oleh: ahmad Hilmi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About