Hari ini, tepatnya tanggal 21 maret sebagian besar warga
indonesia memperingati hari kartini. Mulai dari siswi playgroup sampai siswi
SMA semua mengenakan pakaian daerah sebagai identitas wanita indonesia.
Jika dilihat dari sisi nasiaolisme, tidak ada yang salah
dengan peringatan Hari Kartini tersebut.
Karena memang R.A. Kartini tercatat sabagai salah satu pahlawan nasional
Indonesia. Beliau menorehkan tinta emas dalam upaya mengentaskan kebodohan
dikalangan wanita. Beliau mempejuangkan hak
pendidikan bagi kaum waita yang selama ini diabaikan.
Pertanyaan kita sekarang adalah sudahkah para wanita indonesia
yang selama ini memperingati Hari Kartini sudah sejalan dengan nilai yang di
perjuangkan oleh R.A. Kartini atau malah
justru sebaliknya?
Hak yang diperjuangkan R.A. Kartini
Dalam sejarah yang kita pelajari dulu tentang R.A. Kartini
adalah beliau seorang pejuang wanita yang menuntut haknya dalam hal kesamaan hak mendapatkan pendidikan
yang setara dengan kamu pria.
Dalam salah satu kutipan surat beliau yang terangkum dalam
buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”, beliau mengatakan:
“Kami di sini
memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali
karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki
dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar
sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya,
kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu,
pendidik manusia yang pertama-tama.”
Jika dilihat dari teks surat diatas, sudah jelas apa yang di
perjuagkan oleh R.A. Kartini adalah sesuatu yang sangat mulia. Beliu sangat sadar
betul peran penting wanita dalam mendampingi kaum pria. Sebuah peran yang
sangat sesuai dengan fitrah yang digariskan Allah untuk kaum wanita. Wanita melahirkan
manusia sekaligus sebagai pendidik
pertama manusia yang dia lahirkan.
Pentingnya pendidikan bagi kaum wanita
Ada sebuah ungkapan bijak yang berbunyi: “jika kita ingin
mencetak generasi yang handal dan cerdas, maka siapkan dulu wanita yang handal dan cerdas. Tetapi jika
kita ingin membodohkan sebuah generasi, maka bodohkan dulu wanitanya.”
Pandai dan bodohya wanita sangat berpengaruh terhadap pandai dan
bodohnya generasi selanjutnya. bermoral dan tidaknya wanita sangat berdampak
terhadap beroral dan tidaknya generasi dibawahnya.
Lantas apakah dengan memandaikan wanita bisa menjamin
pandainya generasi selanjutnya??
Jika kita menyimak kembali surat R.A. Kartini diatas, sangat
jelas bahwa pintar dan pandainya wanita ditujukan untuk memintarkan
anak-anaknya. Hal seperti ini lah yang memiliki hubungan kuat antara pandainya
wanita dengan pendainya generasi setelahnya.
Tapi bagaimana jadinya jika pandainya wanita tidak disalurkan
kepada anak-anaknya. seorang ibu yang pandai, mempunya tingkat akademik yang
tinggi namun sibuk diluar rumah melupakan tugas utamanya untuk mendidik
anak-anaknya. yang seperti ini jelas pandainya wanita tidak berpengaruh
terhadap pandainya generasi selanjutnya.
Ada sebuah gambran yang sangat mengejutkan di dalam sebuah
keluarga, seorang ibu yang sangat pandai, memiliki tingkat pendidikan yang
tinggi namun pendidikan anak-anaknya dia serahkan dan percayakan kepada
pembantu rumahnya.
Sebenarnya tidak menjadi masalah jika pembantnya itu pandai dan memiliki kecakapan mendidik anak. Jika tidak?
Jawabannya ada pada masing-masing penilaian anda.
Jika
Wanita berkarir, kenapa tidak?!
Tidak ada yang perlu ditakutkan dan dihawatirkan dengan
berkarirnya wanita. Bahkan wanita pun punya andil penting dalam kemajuan bangsa.
Tapi yang perlu dikaji kembali adalah sifat karir dan
pekerjaan yang digeluti wanita tersebut. Dan yang tidak kalah penting adalah
wanita tidak melupakan tugas utamanya sebagai pendidik pertama dan utama bagi
anak-anaknya.
Antara emansipasi dan karya “habis gelap terbitlah terang”
Karya R.A. kartini yang sengat kita kenal adalah bukunya yang
berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Karya tersebut sebenarnya
kumpulan surat menyurat beliau dengan Prof. Anton dan istrinya.
Seperti yang sudah kita kutip diatas, diantara isi surat itu
berkisar pembicaraan seputastuntutan kesamaan hak pendidikan antar kamu waita dan
pria. Tidak ada lagi diskriminasi tehadap kaum wanita dalam hal pendidikan. Ini
lah yang kita kenal dengan gerakan emansipasi ala kartini.
Namun dalam perjalanannya, sejarah emansipas yang diusung oleh
R.A. Kartini agaknya dipelintirkan oleh kaum liberal dan terkesan ada upaya
pembodohan sejarah. Bahkan hal ini dijadikan senjata ampuh untuk menghancurkan
kaum wanita dari sisi fitrahnya.
Dengan iming-iming kesamaan hak, wanita boleh melakukan apa saja
yang dia inginkan. Wanita harus sama seperi laki-laki dalam segala hal. Laki-laki
bekerja diluar rumah, maka waita harus keluar dari rumah juga.
Agaknya kaum liberal kurang memahami konsep adil yang benar. Jika
wanita malahirkan, apakah kaum pria juga harus melahirkan? Jika mayoritas kaum
pria mampu mengangkat beban berat diatas
pundaknya, maka apakah wanita juga dipaksakan untuk mengangkat beban yang
berat.
Dilihat dari sisi fisik saja, antara kaum pria dan wanita sudah
sangat berbeda. Begitu juga dengan psikologi dan emosi, semua berbeda.
Lantas, haruskah perbedaan seperti ini dipaksakan untuk
disamakan.??
Jika yang digadang-gadang adalah konsep emansipasi
menurut kaum liberal, maka bukan ‘habis
gelap terbitlah terang’ yang terjadi. Jusrtu sebaliknya, ‘habis
terang datanglah gelap’.
Ini jalas keluar dari cita-cita R.A. kartini yang ingin
mencetak generasi handal dengan mencerdaskan wanita.
Ibu Kartini menangis. Sangat
memilukan
Adil Tidak Harus sama
Jika kita sudah memahami perbadaan yang begitu jelas antara
laki-laki dan perempuan, maka yang perlu kita lakukan adalah pembagian tugas.
Adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan bukan untuk
disamakan, tapi untuk saling mengisi dan melengkapi. Wanita melengkapi apa yang
tidak dimiliki kamu pria. Begitu pun kamu pria melengkapi apa yang tidak
dimiliki kaum wanita. Ada rasa saling membutuhkan antara kedua kamu yang
berbeda.
Inilah konsep adil yang sebenarnya.
jika konsep adil semacam ini sudah difahami bersama, maka
tidak akan akan terjadi lagi diskrimani dan merasa didiskriminasikan. Dan isu
dirkriminasi inilah yang selalu dijadikan senjata kaum liberal untuk merusak
wanita. Mereka selalu menganggap ketidaksamaan yang dirasakan kaum wanita
adalah bentuk diskriminasi.
Jika kaum waita faham tugasnya
Sebagai warga yang turut meperingati Hari Kartini, seharusnya
kita faham betul apa yang dicita-citakan oleh idola kita.
Kaum wanita kembali mengemban tugas utamanya yang sangat
mulia; mendidik anak-anaknya agar menjadi bagian dari generasi yang melalukan
kmajuan bangsa,
Kaum pria juga memiliki tanggung jawab yang sama untuk mendorong dan membantu
kaum wanita dalam menunaikan tugasnya.
Selamat Hari kartini.
Oleh: ahmad Hilmi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar