Pages

Jumat, 01 November 2013

Istri Cantik Nan Menawan, Pentingkah? (Obrolan Ringan Memilih Pasangan)

ketika sedang ngumpul dengan teman-teman di “tongkrongan”, tidak jarang obrolan kita mengarah pada masalah pernikahan dan berumah tangga. Ya maklum, karena usia kita rata-rata sudah masuk seperempat abad, 25 tahun. Usia matang untuk membahas masalah ini. Terlebih lagi sebagian kita sudah ada yang menikah. Jadilah obrolan ini semakin hangat dengan shering-sharing ringan dari teman-teman yang sudah menikah.
Yang paling sering kita sorot adalah sisi lebih dari seorang wanita.

“ah, gak cantik gak apa. Yang penting hatinya.” Komentar dari sebagian teman.
“kalau hati kan bisa dipoles (ditata), nah kalau wajah kan gak bisa dirubah.” Seloroh yang lain.
“kebalik tu. Kalau hati gak bisa dirubah. Tapi kalau muka bisa dipoles.” Lagi-lagi komentar yan keluar hanya opini yang tidak berdasar. Ya, sekedar shering saja.
“yang penting kaya bro, walaupun janda.” Ini lebih aneh lagi. Dan masih banyak lagi opini-opini seputar kriteria pasangan idaman untuk hari depan kelak.

Tentu, obrolan semacan ini tidak hanya berlaku di kalangan kaum adam saja, yang membicarakan kaum hawa. Saya yakin, kaum hawapun punya obrolan semacam ini, membicarakan kriteria calon pasangannya kelak.


Sebenarnya Ada Gak Sih Kriteria Pasangan Yang Ideal?
Jika berbicara masalah ideal dan tidak ideal, sebenarnya itu masalah nisbi (relative). Ya tergantung pada siapa yang membuat kriteria dan yang dikriteriakan. Relative dari subjek maupun relative dari objek.
Ada seorang pria dengan wajah tampan, kaya harta, dari keluarga terhormat, berbudipekeri baik, berpendidikan tinggi dan dengan segala kelebihan mau menikahi wanita berkekurangan (disabilitas). Cacat fisik, tidak ada kejelasan nasab (keturunan siapa) dan lain sebagainya.

Bagi kebanyakan laki-laki, tentu kekurangan yang dimiliki wanita seperti itu menjadi faktor penghalang untuk memilihnya menjadi pasangannya. Tapi bagi sebagian yang lain, kekurangan yang dimiliki pasangan merupakan kelebihan. Lah, kok bisa gitu.?? Ya nyatanya bisa. Itulah yang kemudian saya simpulkan, bahwa memandang sisi lain dari pasangan ataupun calon pasangan merupakan pandangan nisbie (relative).

Jika kita uraikan, maka urutan pandangannya seperti ini:

Si A menikahi si B. padahal si B adalah seorang cacat. Tapi si A memandang si B bahwa dia wanita yang mandiri. Sanak saudara tidak ia punya, kelengkapan fisik tidak ia miliki. Tapi di belakang itu, si B mampu melalukan segalanya untuk dirinya tanpa tergantung uluran tangan orang lain. Dengan kekurangan yang dimikiki saja dia mampu mandiri, bagaimana seandainya dia wanita normal. Tentu jauh lebih mandiri, atau bahkan bisa berbuat banyak untuk orang lain juga.
Sekali lagi, ini relative.

Si A ternyata mampu melihat kelebihan si B ,sebagai pasangannya dari sisi kekurangannya. Kekurangan yang dia sandang justru menjadikannya terlihat lebih. Masuk akal bukan.?

Empat kriteria pasangn dalam hadits Rasulullah SAW
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah bersabda seputar kriteria pasanagn:

تنكح المرأة لأربع لمالها ولحسبها ولجمالها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك

“Wanita dinikahi karena empat perkara: hartanya, nasab (keluarga), kecantikannya, dan agamanya. Pilihklah yang baik agamanya, maka itu cukup bagimu.” (HR. Bukhar dan Muslim)

Walaupun konteks hadits di atas ditujukan untuk kaum pria, namun ini juga berlaku bagi  kaum wanita yang hendak mencari keriteria calon pasangan.

Tiga kriteria pertama: harta, nasab kelaurga, dan kecantikan adalah kriteria yang bisa dipilih salah satunya, karena sifatnya hanya pelengkap saja. Sedaangkan kriteria intinya adalah AGAMA. Kriteria agama yang mencakup urusan ibadah, baik bersifat vertical (hamba dengan Allah), maupun horizontal (hamba dengan sesama mahkluq). Ini  (agama) tidak bisa ditawar.

Yang penting Agamanya
Pada sebagian orang, mecukupkan diri pada kriteria pasangan dari sisi agama memang ada. Tapi sebagian yang lain membutuhkan kriteria tambahan. Baik dari hartanya, kecantikannya dan nasab keluarganya. Harapannya dengan adanya kriteria tambahan ini, seseorang akan merasa nyaman dengan pasangannya. Ini normal dan bukan aib.

Seberapa Pentingkah Kriteria Tambahan Itu??

Contoh kasus:
Ahmad memiliki keinginan kelak mempunyai istri yang cantik. Tapi pada akhirnya, Ahmad justru mendapatkan istri yang kaya raya, berlimpah harta. Untuk sesaat, mungkin Ahmad akan merasa puas dengan hadirnya istri yang kaya, bukan cantik seperti yang ia idamkan. Setelah beberapa saat dia menikmati kekayaan istrinya, maka dia akan mencapai titik jenuh. Pada titik jenuh ini lah, Ahmad akan mereview keinginan awalnya untuk beristrikan wanita cantik, bukan wanita kaya.

Kondisi labil seperti ini, sangat mudah mempengaruhi seseorang untuk berfikir dan berbuat negatif. Terus berfantasi untuk mendapatkan wanita cantik sesuai idamannya. Sepanjang perjalanan rumahtangganya tidak ada kepuasan batin dan diselimuti kekecewaan. “ah, istri saya yang sekarang kan bukan kriteria saya.”

Kasus salah kriteria seperti ini bisa berlalu pada tiga kriteria diatas, juag berlaku pada wanita maupun pria.
Iniah pentingnya kita selektif dalam memilih pasangan sesuai kriteria idaman. Gak kesusu (gak keburu) dan asal comot. Mesti dilihat dengan seksama, apakah sudah masuk kriteria ataukah belum. Agar kedepannya ada kepuasan batin dan mampu menundukkan pandangan kita dengan hadirnya pasangan idaman.

Maka tidak heran jika kita melihat ada seorang gadis belia mau dipersunting pria berumur dan berstatus duda. Karena mungkin si pria berumur ini masuk kriteria gadis ini. Bisa dari hartanya, jabatannya, atau yang lainnya. Ada juga seorang jejaka muda yang mau memperistri janda tua beranak banyak. Karena memang janda ini masuk kreteriannya. “janda tua juga gak apa, yang penting kaya” misalnya seperti itu. Yang jelas, ini fenomena yang harus diterima. Walaupun dari sisi yang tidak bisa dimengerti oleh orang lain.


Mencari Pasangan Yang Sempurna Harus Menyesuaikan Diri

Kembali ke tongkrongan bersama kawan-kawan di atas. “kang, kalau sampean dapet wanita sempurna tolong kenalin ke aku ya.” Pesan dari seorang teman kepada teman yang udah nikah. “kalau ada wanita yang benar-benar sempurna yo tak pek dewe lah (untuk saja sendiri)”. Jawabnya.
“emang wanita sempurna menurut kamu nilainya seperti apa?”
“ya minimal kalau digandeng pas kondangan pantes gitu lho, dan gak malu-maluin.” Hemmmm
“sekarang gini, kalau kamu saya carikan istri cantik dan sempurna, apa dia gak malu jalan sama kamu?” “jangan-jangan kamu nanti yang malu-maluin.” Wah pedes ni.

Sah-sah saja kita mencari pasangan hidup yang sempurna, dan gak ada larangan. Tapi setidaknya tidak  terlalu jual mahal dan ngukur awake dewe (diri sendiri). Memangnya kita itu siapa, kok harus pasang target tinggi.

Kita bisa merasakan sebuah kesempurnaan ketika kita mampu mensyukuri apa yang kita miliki saat ini. Pasangan adalah cermin diri kita. Ingin pasangan sempurna, maka sempurnakan dulu diri kita.
Semoga kita mampu merengguk kebahagiaan dengan pasangan kita.

Wallahu a’lam

Oleh : Ahmad Hilmi







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About