Yang paling
sering kita sorot adalah sisi lebih dari seorang wanita.
“ah, gak
cantik gak apa. Yang penting hatinya.” Komentar dari sebagian teman.
“kalau hati
kan bisa dipoles (ditata), nah kalau wajah kan gak bisa dirubah.” Seloroh yang
lain.
“kebalik tu. Kalau
hati gak bisa dirubah. Tapi kalau muka bisa dipoles.” Lagi-lagi komentar
yan keluar hanya opini yang tidak berdasar. Ya, sekedar shering saja.
“yang penting
kaya bro, walaupun janda.” Ini lebih aneh lagi. Dan masih banyak lagi opini-opini
seputar kriteria pasangan idaman untuk hari depan kelak.
Tentu, obrolan
semacan ini tidak hanya berlaku di kalangan kaum adam saja, yang membicarakan
kaum hawa. Saya yakin, kaum hawapun punya obrolan semacam ini, membicarakan kriteria
calon pasangannya kelak.
Sebenarnya Ada
Gak Sih Kriteria Pasangan Yang Ideal?
Jika berbicara masalah
ideal dan tidak ideal, sebenarnya itu masalah nisbi (relative). Ya tergantung
pada siapa yang membuat kriteria dan yang dikriteriakan. Relative dari subjek
maupun relative dari objek.
Ada seorang pria
dengan wajah tampan, kaya harta, dari keluarga terhormat, berbudipekeri baik,
berpendidikan tinggi dan dengan segala kelebihan mau menikahi wanita
berkekurangan (disabilitas). Cacat fisik, tidak ada kejelasan nasab (keturunan
siapa) dan lain sebagainya.
Bagi kebanyakan
laki-laki, tentu kekurangan yang dimiliki wanita seperti itu menjadi faktor penghalang
untuk memilihnya menjadi pasangannya. Tapi bagi sebagian yang lain, kekurangan
yang dimiliki pasangan merupakan kelebihan. Lah, kok bisa gitu.?? Ya nyatanya
bisa. Itulah yang kemudian saya simpulkan, bahwa memandang sisi lain dari
pasangan ataupun calon pasangan merupakan pandangan nisbie (relative).
Jika kita
uraikan, maka urutan pandangannya seperti ini:
Si A menikahi si
B. padahal si B adalah seorang cacat. Tapi si A memandang si B bahwa dia wanita
yang mandiri. Sanak saudara tidak ia punya, kelengkapan fisik tidak ia miliki. Tapi
di belakang itu, si B mampu melalukan segalanya untuk dirinya tanpa tergantung
uluran tangan orang lain. Dengan kekurangan yang dimikiki saja dia mampu
mandiri, bagaimana seandainya dia wanita normal. Tentu jauh lebih mandiri, atau
bahkan bisa berbuat banyak untuk orang lain juga.
Sekali lagi, ini
relative.
Si A ternyata mampu melihat kelebihan si B ,sebagai pasangannya dari sisi kekurangannya. Kekurangan
yang dia sandang justru menjadikannya terlihat lebih. Masuk akal bukan.?
Empat kriteria
pasangn dalam hadits Rasulullah SAW
Dalam sebuah
hadits, Rasulullah SAW pernah bersabda seputar kriteria pasanagn:
تنكح المرأة لأربع لمالها ولحسبها ولجمالها
ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك
“Wanita dinikahi karena empat
perkara: hartanya, nasab (keluarga), kecantikannya, dan agamanya. Pilihklah yang
baik agamanya, maka itu cukup bagimu.” (HR. Bukhar dan Muslim)
Walaupun konteks hadits di atas ditujukan
untuk kaum pria, namun ini juga berlaku bagi
kaum wanita yang hendak mencari keriteria calon pasangan.
Tiga kriteria pertama: harta, nasab
kelaurga, dan kecantikan adalah kriteria yang bisa dipilih salah satunya, karena
sifatnya hanya pelengkap saja. Sedaangkan kriteria intinya adalah AGAMA. Kriteria
agama yang mencakup urusan ibadah, baik bersifat vertical (hamba dengan Allah),
maupun horizontal (hamba dengan sesama mahkluq). Ini (agama) tidak bisa ditawar.
Yang penting Agamanya
Pada sebagian orang, mecukupkan diri pada
kriteria pasangan dari sisi agama memang ada. Tapi sebagian yang lain membutuhkan
kriteria tambahan. Baik dari hartanya, kecantikannya dan nasab keluarganya. Harapannya
dengan adanya kriteria tambahan ini, seseorang akan merasa nyaman dengan
pasangannya. Ini normal dan bukan aib.
Seberapa Pentingkah Kriteria Tambahan Itu??
Contoh kasus:
Ahmad memiliki keinginan kelak mempunyai
istri yang cantik. Tapi pada akhirnya, Ahmad justru mendapatkan istri yang kaya
raya, berlimpah harta. Untuk sesaat, mungkin Ahmad akan merasa puas dengan
hadirnya istri yang kaya, bukan cantik seperti yang ia idamkan. Setelah
beberapa saat dia menikmati kekayaan istrinya, maka dia akan mencapai titik
jenuh. Pada titik jenuh ini lah, Ahmad akan mereview keinginan awalnya
untuk beristrikan wanita cantik, bukan wanita kaya.
Kondisi labil seperti ini, sangat mudah
mempengaruhi seseorang untuk berfikir dan berbuat negatif. Terus berfantasi untuk
mendapatkan wanita cantik sesuai idamannya. Sepanjang perjalanan rumahtangganya
tidak ada kepuasan batin dan diselimuti kekecewaan. “ah, istri saya yang
sekarang kan bukan kriteria saya.”
Kasus salah kriteria seperti ini bisa berlalu
pada tiga kriteria diatas, juag berlaku pada wanita maupun pria.
Iniah pentingnya kita selektif dalam memilih
pasangan sesuai kriteria idaman. Gak kesusu (gak keburu) dan asal comot.
Mesti dilihat dengan seksama, apakah sudah masuk kriteria ataukah belum. Agar
kedepannya ada kepuasan batin dan mampu menundukkan pandangan kita dengan
hadirnya pasangan idaman.
Maka tidak heran jika kita melihat ada
seorang gadis belia mau dipersunting pria berumur dan berstatus duda. Karena mungkin
si pria berumur ini masuk kriteria gadis ini. Bisa dari hartanya, jabatannya,
atau yang lainnya. Ada juga seorang jejaka muda yang mau memperistri janda tua
beranak banyak. Karena memang janda ini masuk kreteriannya. “janda tua juga gak
apa, yang penting kaya” misalnya seperti itu. Yang jelas, ini fenomena yang
harus diterima. Walaupun dari sisi yang tidak bisa dimengerti oleh orang lain.
Mencari Pasangan Yang Sempurna Harus
Menyesuaikan Diri
Kembali ke tongkrongan bersama kawan-kawan
di atas. “kang, kalau sampean dapet wanita sempurna tolong kenalin ke aku
ya.” Pesan dari seorang teman kepada teman yang udah nikah. “kalau ada
wanita yang benar-benar sempurna yo tak pek dewe lah (untuk saja sendiri)”.
Jawabnya.
“emang wanita sempurna menurut kamu nilainya
seperti apa?”
“ya minimal kalau digandeng pas kondangan
pantes gitu lho, dan gak malu-maluin.” Hemmmm
“sekarang gini, kalau kamu saya carikan
istri cantik dan sempurna, apa dia gak malu jalan sama kamu?” “jangan-jangan
kamu nanti yang malu-maluin.”
Wah pedes ni.
Sah-sah saja kita mencari pasangan hidup
yang sempurna, dan gak ada larangan. Tapi setidaknya tidak terlalu jual mahal dan ngukur awake dewe
(diri sendiri). Memangnya kita itu siapa, kok harus pasang target tinggi.
Kita bisa merasakan sebuah kesempurnaan
ketika kita mampu mensyukuri apa yang kita miliki saat ini. Pasangan adalah
cermin diri kita. Ingin pasangan sempurna, maka sempurnakan dulu diri kita.
Semoga kita mampu merengguk kebahagiaan dengan
pasangan kita.
Wallahu a’lam
Oleh : Ahmad Hilmi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar