Haid dan nifas
merupakan dua keadaan yang masuk dalam katagori hadats besar, seperti halnya
junub karena jima’ (red: hubungan suami istri) dan juga mimpi basah. Keadaan
seperti ini menyebabkan seseorang terhalang untuk melakukan beberapa ibadah,
seperti sholat, puasa, membaca al-Quran, dsb.
Akan tetapi,
hadast yang disebabkan haid dan nifas sangat berbeda dengan jima’ dan mimpi
basah dalam hal proses. Wanita haid dan nifas tidak bisa memperkirakan dengan
tepat kapan ia bisa memulai dan berhenti
dari haidnya atau nifasnya. Berbeda dengan jima’, yang mulainya bisa
diperkirakan dan bisa bersuci kapan pun dia mau.
Dari perbedaan
inilah,maka sebagian ulama tidak mengkiyaskan secara muthlak antara hadats
karena haid dan nifas dengan hadats karena jima’ dalam hal larangan ibadah. Dalam
beberapa keadaan, wanita haid dan nifas masih dibolehkan membaca al-Quran. Berikut
ini penjelasan dari ulama madzhab.
1. Wanita haid dan
nifas haram membaca al-Quran
Jumhur ulama
dari kalangan Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah, berpendapat haram wanita
haid dan nifas membaca al-Quran. Pendapat ini diperkuat dengan hadist,
قَالَ: لاَ تَقْرَأِ الحَائِضُ، وَلاَ الجُنُبُ شَيْئًا مِنَ
القُرْآنِ
Artinya:
“janganlah seorang yang sedang haid
dan junub membaca sesuatu (ayat) dari al-Quran" (HR.
At-Tirmidzi)[1]
Mengenai kadar bacaan, mereka
berpeda pendapat. Hanafiyah mengatakan, jika diniatkan qiraah, maka kurang satu
ayat pun tetap tidak boleh. Namun jika diniatkan untuk berdoa atau dzikir, maka
hal itu dibolehkan.
Sedangkan menurut Syafi’iyah,
yang dimaksud qiraah adalah jika memandang al-Quran dan melafadzkannya
dengan sura yang terdengar. Maka hanya menyapukan pandangan di halaman al-Quran
dan membisikkannya dalam hati tanpa menggerakkan lisan bukanlah disebut qiraah,
dan ini boleh dilakukan.
Dan Hanabilah mengatakan, boleh
membaca asalkan tidak melebihi satu ayat yang pendek.
Ayat yang dianggap doa dan boleh
dibaca saat haid diantaranya:
إِنَّا لِلَّهِ
وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُون
Malikiyah
membolehkan wanita haid dan nifas untuk membaca al-Quran dalam kondisi darah belum berhenti. Namun,
jika darahnya sudah berhenti, maka dia dilarang membaca al-Quran sampai dia
mandi janabah.
Hanya sekedar menyentuh
Ulama sepakat bahwa dilarang
menyentuh al-Quran secara utuh. Halini didasari oleh firman Allah:
لاَ
يَمَسُّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُون
Artinya: “tidak boleh menyentuhnya
(al-Quran) kecuali orang-orang yang suci”
Begitupun dengan hadits dari Rasulallah SAW yang senada dengan ayat di
atas:
لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِر
Artinya: “tidak menyentuh al-Quran
kecuali orang yang suci” (HR. Ad-Dar Quthni)
Haid dan nifas merupakan keadaan yang tidak suci,
maka dilarang menyentuh al-Quran.
Menyentuh dan membaca al-Quran bagi guru dan pelajar wanita
Secara umum, menyentuh al-quran dan membacanya
bagi wanita haid dan nifas dilarang. Namun ada satu kondisi yang membolehkan,
diantaranya ialah, guru dan pelajar al-Quran wanita. Baik menyentuh sebagian
maupun secara utuh. Pendapat ini dipilih oleh kalangan Malikiyah.[2]
Dalil yang menguatkan pendapat ini diantaranya;
bahwa hadastnya wanita haid dan nifas di luar kendalinya. Artinya, memulai haid
dan meng-akhirinya hingga suci kembali diluar kemampuan wanita dan tidak bisa
dilakukan semaunya. Berbeda dengan janabah sebab jima’ yang terjadinya bisa
disengaja dan bersucinya bisa dijadwalkan.
Dalil selanjutnya, hadits tentang larangan mebaca
al-Quran diatas yang berbunyi:
لاَ تَقْرَأِ الحَائِضُ، وَلاَ الجُنُبُ شَيْئًا مِنَ القُرْآنِ
Artinya:
“janganlah seorang yang sedang haid
dan junub membaca sesuatu (ayat) dari al-Quran" (HR.
At-Tirmidzi)
Itu merupakan hadits dho’if (lemah)
menurut sebagian ahli hadis.[3]
Bagi hafidzah (wanita
penghafal al-Quran) maka menyentuh al-Quran dan membacanya sangat dibutuhkan
untuk mengingat hafalan. Terlebih lagi jika wanita itu mengalami waktu haid
yang panjang. Maka dari keadaan inilah pendapat ini dipilih oleh kalngan
Malikiyah.
Wallahu a’lam bi as-ashawab
Oleh: AhmadHilmi
[2] Al-Mausuah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah
[3] Lihat keterangan derajat haditsnya di
kitab “al-Jami al-Kabir / sunan at-Tirmidzi, 1/194
Tidak ada komentar:
Posting Komentar