Pages

Rabu, 13 Agustus 2014

Berjilbab, Tapi Kok Kelakukaannya Begitu? [Belajar Memahami Ragam Wanita Berjilbab]

Ketika sedang jalan-jalan di pusat perbelanjaan di daerah Malioboro, Jogjakartra, kami melewati counter makanan siap saji. Terlihat banyak muda-mudi sedang kongkowdengan hidangan di depan mereka.  Setelah berlalu dari tempat itu, tiba-tiba anak saya berkomentar dengan agak heran, “Abi, tadi kok ada mbak-mbak kok ngrokok ya? Kayak cowok aja.” Saya hanya menjawab pendek saja, “yang kayak gitu gak baik ya, Dik.”

Kebetulan, wanita muda yang merokok tadi dia juga mengenakan jilbab. Rapi, menurut saya. Hanya yang membuat aneh pandangan kita, dia merokok dan dilakukan ditempat umum.


Sesaat kemuadian, istri saya pun ikut berkomentar menyayangkan tampilan wanita tadi. “Pake jilbab kok malah ngrokok. Di Tempat umum pula”, kira-kira sepertiitulah komentarnya.

Di lain tempat, ada juga wanita berjilbab. Rapi jika dilihat dari tampilan berpakaiannya. Namun, profesi si wanita ini adalah sebagai penyanyi, yang tentu saja sering tampil di atas panggung dan disorot kamera.

Sebagai manusia biasa, saya, sampean, dan kita semua pasti akan menilai, ”ini wanita berjilbab, kok kerjanya nyanyi sih.? Itu kan aurat dan bla bla bla….”.

Bergeser sedikit ke lingkungan kita sendiri yang lebih dekat. Ada wanita muslimah, pendidikan agamanya cukup, bahkan kadang-kadang orang menyebutnya dengan dengan sapaan “ustadzah”, tapi hobinya ngrumpi dan gosipin tetangganya. Pokoknya,kalau gak ngisi ceramah, ya ngrumpi.

Kenyataan ini, tentu saja bisa merusak citra para penceramah dan ustadzah dengan label “ustadzah Ngrumpi”. Bahkan, bisa saja jamaah yang biasa mendengarkan ceramahnya sekarang tidak mau mendekati majelis taklim.

Dan yang tak kalah pentingnya, yang sekarang sedang hangat diperbincangkan, adalah model wanita berjilbab tapi seksi. Kepala tertutup rapi, namun leher ke bawah bisa bisa menggoda hati.

Dari contoh empat model wanita berjilbab dia atas, sekilas sama. Tapi kalau kita mau cermat memperhatikan, maka akan muncul nilai yang  berbeda.


Belajar Memahami Kenyataan untuk Menghasilkan Penilaian

Wanita pertama dan kedua, dia yang berjilbab rapi tapi merokok dan dilakukan di tempat umum dan berprofesi sebagai penyayi. Ini jelas tindakan yang kurang tepat. Karena dengan tindakannya ini orang akan memahami bahwa yang berjilbab dan yang tidak berjilbab sama saja. Sama-sama kurang moralnya. Ini penilaian sederhananya.

Namun jika kita cermati sekali lagi, boleh jadi kebiasaan merekok ini telah dilakukan jauh sebelum dia berjilbab. Maka menurut hemat penulis, kita seharusnya belejar menilai posistif dengan kalimat, “dia yang berjilbab saja masih merokok. Bagaimana jadinya jika dia tidak berjilbab? Mungkin akan lebih parah lagi.” Atau dalam ungkapan yang lain bagi penyanyi berjilbab, “dia yang berprofesi sebagai penyanyi saja masih mau berjilbab. Apalagi jika dia berjilbab dan tidak bernyanyi, pasti jauh lebih taat.” 

Dan wanita ketiga, wanita yang faham agama dengan pakaian yang sempurna menutupi aurat, tapi punya hobi ngrumpi dan gosip. Ini jelas kesalahan yang sulit difahami, karen dilakukan oleh mereka yang faham agama.

Namun di sisi lain, perlu juga kita balikkan faktanya menjadi, “dia yang berjilbab dan faham agama saja masih melakukan perbuatan tidak terpuji. Apalagi jika dia tidak mengerti agama? Pasti kesalahannya jauh lebih banyak dari yang dia lakukan sekarang.”

Wanita keempat, dia yang berjilbab namun masih menampakan lekukan tubuhnya karena pakaiannya yang seksi. Ini juga sebagai kesalahan. Tapi juga tidak bisa kita ungkapkan kalimat, “dari pada berjilbab masih terlihat lekukan tubuh, ya mendingan gak usah berjilbab. Malu-maluin Islam aja. Atas ditutup, bawah mlompong.”

Sebenarnya, ungkapan ini bukan tentang memaklumi kesalahan yang sedang mereka lakukan; berjilbab tapi merokok, berjilbab tapi belum menutupi auratnya dengan sempurna, dan seabreg kekurangan lainnya yang ada pada wanita berjilbab. Namun, kali ini kita sedang menghargai proses yang sedang mereka lakukan. Proses menuju perbaikan yang mungkin belum mereka temukan saat ini.

Dari sini, kita juga belajar memisahkan dari satu masalah dengan masalah yang lain dan tidak mengaduknya menjadi satu. Berjilbab satu contoh ketaatan, dan merokok bagi wanita merupakan tindakan yang kurang terpuji. Tapi, tidak lantas wanita yang berjilbab tidak boleh mendapat pemakluman atas tindakannya.

Sebagai tindakan kita yang [mungkin] sedikit bijak, ada baiknya kita tetap menilai itu sebagai kekurangan. Namun juga mesti kita imbangi dengan pemakluman-pemakluman sebagia bentuk apresiasi. Bukan hanya ditakut-takuti dengan ancaman neraka atau pelabelan dengan yang buruk saja, tapi kita lalai mengingatkan dengan cara yang baik dan penuh kebijaksanaan.
Wallahua’lam
Oleh: Ahmad Hilmi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About