Ketika berbicara tentang kesuksesan, tentu sebuah usahlah
yang bisa mewujudkannya. Baik itu usaha yang baik mau pun yang buruk. Baik dengan
cara yang benar maupun cara yang salah. Baik melalui jalur yang halal maupun
jalur yang haram. Semua upaya akan kita tempuh untuk mewujudkan cita-cita itu.
Apapun upaya yang kita lakukan untuk meraih kesuksesan, jalur
manapun yang kita tempuh, hasilnya lah yang akan menjawab. Berbeda cara, maka
berbeda juga hasilnya.
Di saat banyak orang yang tidak lagi memperdulikan halal
haram sebuah jalan, maka dipastikan hasilnya pun tidak diperhitunghan.
Berbicara masalah jalur instan yang ditempuh untuk meraih
sukses, kata “duit” tidak bisa kita pisahkan dari persoalan itu. Jabatan, bisa
dibeli dengan duit. Soal ujian akhir negara, bisa dibeli dengan duit. Semua bisa
dibeli dengan duit kecuali harga diri dan martabat.
Pada kesempatan kali ini saya ingin menawarkan kunci sukses
bagi siapapun yang ingin sukses. Terutama adik-adik yang akan mengikuti ujian
akhir pada masing-masing jenjang
pendidikannya. Agaknya kata ‘DUIT’ saya usung pada tulisan kali ini, untuk
menyaingi Duit yang bermakna uang.
DUIT kependekan dari Do’a, Usaha, Inovativ dan Tawakkal
adalah jalur yang seharusnya ditempuh
untuk meraih hasil yang abadi.
Do’a
Masih ada sebagian orang yang tidak percaya dengan kekuatan
do’a. Mereka beranggapan bahwa berhasil dan tidaknya sebuah usaha tergantung
pada usaha fisik manusia. Mereka terlalu percaya diri terhadap usahannya.
Bukankah alam semesta ini ada yang mengatur dan menentukan? Dia
lah Allah subhanahu wata’alla yang Maha Segala-galanya, termasuk dalam
menentukan sukses atau tidaknya usaha tangan manusia.
Bagi kita orang yang beriman, do’a bukan hanya sebagai jalur
permohonan kita kepada-Nya saja. Akan tetapi do’a adalah bagian dari sebuah
keimanan. Orang yang tidak berdoa
berarti dia tidak beriman.
Setelah kita meyakini arti sebuah do’a dan kekuatan dahsyat
yang terkandung didalamnya, maka pertanyaan kita selajutnya adalah bagaimana
cara kita agar do’a kita didengar oleh
Allah subhanahu wata’ala??
1.
Yakinkan diri kita kalau Allah
itu dekat dengan hambanya. Allah berfirman:
“dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku,
Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang
yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.” (QS. Al- Baqarah:
186)
2.
Husnudzan (baik
sangka) terhadap Allah kepada berdo’a. Dalam sebuah hadits qudsi Allah
berfirman:
“aku (Allah) ada pada (sesuai) dengan persangkaan
hamba-Ku apabila mereka berprasangka.”
Kalau kita berprsangka bahwa Allah mengabulkan do’a kita,
maka Allah akan mengabulkan do’a kita. Tetapi kalau kita berprasangka bahwa Allah
tidak mengabulkan do’a kita, maka pasti Allah tidak akan mengabulkan do’a kita.
Allah selalu berada pada persangkaan kita.
3.
Tetap berbaik sangka
ketika Allah belum mengabulkan do’a kita. Yakinlah ada hikmah dibalik belum terkabulkannya do’a kita. Do’a kita belum
terkabul berarti Allah cinta kepada kita dan Allah menilai kita belum pantas
mendapatkan apa yang kita minta.
Perumpamaan kasus:
Anak kita yang berumur tujuh tahun meminta sebuah sepeda
motor untuk dia kendarai sendiri. Kalau kita mengabulkan permintaannya, berarti
kita tidak sayang anak kita. Karena kendaraan tersebut bisa mencelakakannya. Dan
sebaliknya, kalau kita menunda permintaannya sampai usia yang pantas, berarti
kita mencintai anak kita. Begitu pun dengan Allah. Allah sangat tahu tentang
hamba-Nya.
4.
Ridha Allah sesuai dengan
ridha orang tua. Kerelaan Allah dalam mengabulkan do’a hamba-Nya sangat
bergantung dengan kerelaan orang tua.
Pada poin ini, menjaga hubungan baik dengan orang tua,
terutama ibu sangat berpenagruh terhadap terkabul dan tidaknya do’a kita. Siapa
pun orang kita, apapun kondisinya, serendah apapun status sosialnya dia tetap menjadi
orang pertama yang harus kita taati setelah Rasulullah.
Usaha
Suatu hari Umar bin Khattab
radiyallahu ‘anhu melewati seorang ahli ibadah yang sedang beribadah
dimasjid. Sepanjang hidupnya hanya diisi dengan berdo’a dan berdo’a. Dia tidak
bekerja. Bahkan kebutuhan hidupnya dicukupi oleh saudaranya. Umar mencela orang
tersebut dan memuji saudaranya yang mencukupi kebutuhan hidupnya.
Harus ada usaha yang
mendampingi do’a. Do’a dan usaha tidak bisa dipisahkan. Do’a tanpa usaha sama
saja bohong. Usaha tanpa do’a sama dengan sombong. Jangan
Usahakanlah apa yang bisa
kita usahakan. Kerjakanlah apa yang bisa kita kerjakan. Allah, Rasulullah dan
orang-orang mukmin akan melihat apa yang kita kerjakan. Tidak ada yang sia-sia
dalam menjalankan sebuah proses. Allah berfirman:
"Bekerjalah kamu,
Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu,
dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan
yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS.
At-Taubah: 105)
Inovatif
Inovativ atau inovasi
dalam KBBI berti melakukan gagasan dan metode baru atau melakukan
pembaharuan dan penyegaran sesuatu yang sudah ada.
Dala rangka mencapai sebuah
kesuksesan, tentu usaha yang kita lakukan tidak selalu berjalan dengan mulus. Pasti
ada kendala dari berbagai sisi. Itu sebabnya kita butuh gagasan baru yang lebih
segar.
Metode yang selama ini kita
terapkan dan belum mendaptkan hasil, perlu dilakukan pembaharuan. Jadi intinya
jangan pernah berhenti pada satu cara. Terus lakukan inovasi dengan ide-ide dan
gagasan yang cemerlang.
Tawakkal
Setelah do’a, dan usaha
yang diseduh dengan ramuan inovasi, maka langkah terakhir yang tak kalah
pentingnya adalah tawakkal.
Tawakal yang berarti
menyerahkan semua urusan kepada Allah setelah melakukan ikhtiryar. Pasrah
dengan semua kehendak Allah.
Dengan tawakkal yang
benar, maka kita akan terhindar dari dua kemungkinan yang buruk.
1.
Sombong karena harapan
tercapai atau
2.
Putus asa karena harapan
tak sampai.
Kemungkinan pertama adalah seperti yang pernah Allah
gambarkan pada kisah Qarun. Awalnya dia kaum papa yang selalu berharap. Seakan tiada waktu
tanpa berharap. Tetapi setelah Allah mengabulkan permintaannya, dia lupa dengan
Dzat yang telah mejadikannya kaya. Dengan penuh kesombongan dia ucapkan dengan
lantang bahwa apa yag telah dia dapat semata-mat hasil kerja kerasnya.
"Sesungguhnya
aku diberi harta itu, karena ilmu
yang ada padaku". (QS. Al-qhashash: 78)
Dalam firman yang lain:
“Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami,
kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: "Sesungguhnya
aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku". sebenarnya itu
adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui” (QS. Az-Zumar:
49)
Kemudian untuk kemungkinan kedua adalah putus asa, depresi
bahkan sampai pada level setres dan gila saat dia mengalami kegagalan. Orang seperi
ini menganggap satu kegagalan adalah akhir dari semua harapan.
Tiap kali media kita mengangkat tema tentang pengumuman hasil
ujian nasiaonal, selalu diwarnai dengan berita aksi bunuh diri siswa/i yang
tidak lulus.
Ini semua terjadi lantaran hilangnya rasa tawakkal dalam diri
mereka. Orang semacam ini terlalu yakin dengan usaha tangnnya sendiri tanpa mengingat
kekuasaan mutklaqnya Allah. Seharusnya kita sadar, bahwa Allah lah yang
menentukan berhasil atau tidaknya usaha kita.
“...kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran: 159)
Sebagai penutup tulisan ini saya ingat dengan sebuah hadits
nabi salallahu ‘alaihi wa sallam tentang pujian orang non muslim yang kagum
terhadap sifat orang mukmin ketika mendapatkan nikmat dan musibah. beliau bersabda:
“sungguh mengagumkan sikap orang mukmin. Semua urusannya
sangat baik. Itu tidak akan terjadi kecuali padanya (mukmin). Ketika diberi
kelapangan, maka dia akan bersyukur, karena itu baik untuknya. Dan apabila
ditimpa mushibah, maka dia akan bersabar, karena itu untunnya.” (HR. Muslim)
Salam sukses.
Oleh: Ahmad Hilmi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar