Pages

Kamis, 25 April 2013

Lucunya Pendidikan Kita


Beberapa hari yag lalu, saya dan beberapa teman di tongkrongan berbincang ringan seputar realita pendidikan di negri kita tercinta, Indonesia.  Khususnya jenjang pendidikan wajib; sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah keatas (SMA). Dan yang tidak luput dari guyonan kami adalah lembaga pra sekolah,  taman kanak-kanak (TK).

Saya sendiri kuarng ngerti, apakah lelucon ini hanya saya dan kawan-kawan yang merasakan atau ada dari pembaca  juga yang merasakan.
Yang  jelas, lelucon ini saya rangkum dalam beberapa poin lucu.

1.       Taman Kanak-Kanak (TK)
Dilihat dari namanya saja, kita akan menangkap satu gambaran  jika jenjang pendidikan pra sekolah ini adalah tempat bermain. Tempat berkumpulnya anak-anak  yang terkordinir. Ada pembimbing yang menemani  ketika bermain.


Materi yang ditawarkan pada jenjang ini lebih pada materi-materi ringan non akademi. Tidak ada baca tulis dan berhitung. Yang ada hanya bernyanyi, menghafal do’a- do’a harian, mewarnai dan bermain.

Diharapkan setelah selesai dari pendidikan ini anak mampu bersosialisasi dan dan punya mental yang bagus (tidak mendiran). Tidak lebih dari itu.

2.       Sekolah Dasar (SD)
Namanya juga sekolah dasar, maka disinilah anak akan memulai mengenal baca tulis dan berhitung. Dari yang semula belum mengekenal huruf, maka di sekolah dasar inilah anak didik belajar baca tulis dan berhitung.
Intinya , ini adalah sekolah untuk pemula yang benar-benar belum mengenal baca tulis dan berhitung.

Lucunya:
Syarat  untuk bisa diterima di sekolah dasar (SD) calon siswa harus sudah bisa baca tulis dan hitung dasar dan berijazah TK.tidak membawa dua syarat itu, maka calon siswa ditolak. Dan nyaris hampir setiap SD menerapkan syarat ini.
Kok bisa gini?
Kembali ke taman kanak-kanak. Semula lembaga ini hanya memberikan materi ringan yang dirangkum dalam metode bermain. Dan sekarang mau tidak mau pembimbing  TK harus memberikan  mateti baca tulis dan berhitung yang seharusnya belum diberikan.
Akibatnya anak enggan ke sekolah karena merasa berat menerima materi dan pembimbing juga marasa terbebani.

Guru SD kelas satu, semula adalah pihak pertama yang memiliki tanggung  jawab mengajarkan dasar baca tulis dan berhitung, sekarang mereka berleha-leha meresa tugasnya telah selesai.

Jika begini kejadiannya, lantas apa gunanya diadakan sekolah  dasar kelas satu?

Alasan pihak SD agar peserta didik mengikuti materi dengan cepat.
Terlalu diada-adakan.

3.       Penulisan Angka  Jenjang Yang Aneh Dari SD, SMP, SMA/ SMK
Beberapa tahun yang lalu kita mengenal kelas adalah kelas satu, dua,........enam SD kemudian dilanjutkan dengan kelas satu, dua, tiga SMP dan setelah itu kelas satu, dua, tiga SMA.

Lucunya:
Dan sekarang penyebutan itu diganti dengan istilah kelas satu, dua, ...., enam SD kemudian tujuh, delapan, sembilan SMP Serta sepuluh, sebelas, dua belas,  SMA/ SMK.
Bingung bukan?
Jika memang mau di lanjutkan angka penyebutannya, kenapa tidak disebut saja semua dengan  sekolah dasar satu sampai dua belas, tidak usah disebut SD,SMP, SMA.
Atau jika sudah dipetakan dengan sebutan SD, SMP, SMA kenapa harus dilanjutkan angka masing-masing angka jenjang tersubut.

Pada prinsipnya, mau disebut dengan sebutan apa saja tidak ada masalah. Tetapi ini menggambarkan betapa bingungnya pendidikan kita.  Dilihat dari penyebutannya saja sudah terlihat bingung. Belum  lagi jika dilihat dari sisi sistem dan kurikulumnya.

4.       Kurikulum Yang Sering Berganti-Ganti
Waktu saya masih sekolah dulu (SD, SMP, SMA) buku pelajaran yang sudah kita lewati bisa dimanfaatkan olah generasi dibawah kita. Dan sebaliknya, kita pun bisa memanfaatkan buku-buku bekas generasi diatas kita.
Kalau mau dihitung secara finansial, hal ini sangat hemat. Hemat dari pihak siswa juga hemat dari sisi pemerintah yang mengelurkan anggaran untuk membeli buku.
Dan dari sistem pengajaran, guru pelajaran sangat menguasai  materi yang mereka pegang. Hal ini karena guru  pelajatran ini sudah menguasai materi dan sistem pengajarannya  selama bertauhun- tahun lamanya.

Lucunya:
Kurikulum sekarang cenderung  mudah berganti-ganti, bahkan hampir setiap tahun berganti. Hal ini menunjukkan bingungnya kurikulum serta  ketidakefekifannya dari berbagai sisi.
Tidak efektif dari sisi pengajaran. Karena hampir setiap bergantinya kurikulum, guru pelajaran dituntut untuk menguasai sitem ajar  pada kurikulum baru tersebut. Dan tidak jarang para guru juga bingung.
Nah,  jika guru yang mengajar saja bingung, bagaimana dengan siswa yang diajar?

5.       Tolak Ukur Nilai Kelulusan Pada Masing-Masing Jurusan Dan Model Sekolah
Saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya mempromosikan sekolah setingkat SMA berbasis tenaga siap kerja atau sering disebut dengan Sekolah Menegah Kejuruan (SMK). Sedangkan di dalam SMK itu sendiri terdapat beberapa jurusan/ bidang. Biasanya jurusan ini disesuaikan dengan permintaan pasar tenaga kerja tempat SMK itu berdiri.

Jika SMK itu terletah di daerah perkotaan, maka jurusan yang ditawarkan pun sesuai dengan lapangan keja yang banyak terdapat dikota. Seperti; komputer, perkantoran, akutansi dsb.
Jika SMK teletak itu didaerah pantai dan perdesaan,maka jurusan yang  ditawarkan seperti pertanian, pemasaran, mesin dsb.

Dan tidak jarang para siswa SMK itu benar-benar menguasai jurusan yang mereka ambil. Bahkan dari mereka bisa membuat terobosan-terobosan baru pada bidang yang mereka geluti.
Luar biasa.


Lucunya:
Lagi-lagi, siswa yang kita anggap hebat pada bidangnya ternyata dinyatakan tidak lulus oleh pihak sekolah. Alasannya mudah, karena dia gagal mendapatkan nilai standar pelajaran Bahasa Inggris. Dalam kasus yang lain, siswa pintar mesin tetapi tidak bisa memenuhi target nilai Bahasa Indonesia.

Seandainya siswa jurusan mesin tidak diluluskan pada mata pelajaran mesin, ini sangat wajar. Atau anak Akuntansi tidak lulus karena nilai ekonominya tidak mencapai target, ini wajar. Karena memang dia tidak bisa memenuhi nilai setandar pada mata pelajaran inti jurusannya.

Sekali lagi inilah sistem pendidikan yang bingung.(menurut saya)

Kemudian apa gunannya membuat jurusan yang berbeda-beda jika standar kelulusan ditentukan oleh Matematika, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.? Padahal masing-masing jurusan memiliki mata pelajaran inti.
Aneh bukan?!

Ya itulah beberapa gambaran pendidikan di negri kita Indonesia yang  sempat kita bahas di tempat nongkrong bersama teman-teman.
Semoga kedepannya sistem pendidikan kita gak bingung lagi. Karena baik dan buruknya sistem pendidikan berpengaruh juga pada kualitas pendidikan itu sendiri.


Oleh: Ahmad Hilmi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About