Pages

Minggu, 18 Mei 2014

Menawar Kematian

"Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat?"

Rahasia. Ya, sebuah kata yang seringkali digunakan untuk menyifati kematian. "Kematian adalah rahasia illahi". Tidak satupun makhluk bernyawa yang tahu kapan nyawanya akan diambil oleh sang Peciptanya.

Usia 64 atau lebih, melihat usia Rasulullah, secara penggambaran manusia, adalah usia yang pantas untuk mati. Tapi nyatanya, masih ada yang sehat dalam usia senjanya. Atau mereka para lansia yang sudah menahun dalam sakitnya, bahkan sekedar menggerakkan bola mata untuk isyarat bicaranya pun sudah susah, tapi mereka tetap bernyawa.

Dan di saat yang bersamaan, bayi yang baru dilahirkan yang seharusnya pantas untuk mencicipi kehidupan, tapi mereka terlahir tanpa nyawa. Di saat yang sama juga, para balita yang sedang asyik mondar-mandir memamerkan kemampuannya berjalannya sembari mendeklarasikan kepada dunia bahwa mereka pantas untuk hidup. Tapi nyata, banyak dari mereka yang nyawanya tak sabar menenani masa balitanya.

Dan remaja, masa dimana anak manusia sedang sibuk mencari jati diri sebagai langkah menuju pendewasaan di suatu hari kelak. Mereka meramaikan panggung dunia ini dengan segala tingkah dan polah. Ya, walaupun tingkah dan polah mereka oleh manusia dewasa seringkali disebut nakal, orogan dan over actian. Tapi sebenarnya, itulah bagian gerak pencarian jati diri. Nyatanya, nyawanya tak bisa dikompromi hingga mereka benar-benar dewasa.

Dewasa, usia penuh tanggung jawab dan beban. Baik untuk dirinya sendiri, ataupun untuk orang lain di sekelilingnya. Mereka ada yang disebut orang tua oleh anak-anaknya, ada yangg disebut suami oleh wanitanya, ada juga guru oleh muridnya, dan beragam penamaan yang membutuhkan sebuah komitmen dan tanggung jawab. Nyatanya, nyawanya tak dapat melihat dengan detail semua tanggung jawab itu dan meninggalkan raga tanpa ragu.

Itulah kematian yang sering disebut sebagai "rahasia illahi".

Tak satu pun balita yang sanggup menawar usia sampai dia mampu menyicipi dunia. Juga remaja yang tak mampu minta tambahan usia sehari atau dua hari hingga cita-citanta tercapai. Pun orang dewasa, yang nyawanya tak lagi bisa diajak kompromi hingga semua tanggung jawabnya terselesaikan.

Dan orang tua jompo yang sakit-sakitan yang kadang iri setiap kali mendengar berita kematian orang lain, kenapa bukan dia yang diambil. Dia menginginkan perpisahan dengan dunia, tapi nyawanya masih setia menemaninya.

*****
Seandanya kematian bisa ditawar, manusia akan mempromosikan dirinya bisa melakukan yang lebih baik dan lebih sempurnya. "Ya Allah, jika ada kesempatan satu detik untuk hidup lagi, saya pasti akan mempertebal ketaqwaan kepada-Mu", tapi itu tak mungkin.

Hanya usaha dan doa yang bisa manusia lakukan sebagai pengharapan untuk pungkasan dan akhir yang baik, Khusnul Khotimah.

Kematian itu pasti dan Butuh Persiapan


Tanpa diundang, kematian pasti datang. Sekarang bukan saatnya bicara masalah matinya, tapi kualitas kematian itu sendiri. Bekal apa yang hendak kita banggakan kelak, hartakah? pasangan hidupkah? atau jabatan?

Sudahlah, itu semua tiada guna saat itu. 

Imam Ali radiyallahu 'anhu mendefinisikan taqwa, salah satunya dengan "isti'dadu liyaumi ar-rahil" mempersiapkan hari kematian.

Mari, persiapkan kematian kita sebaik mungkin. Kematian itu pasti.

Oleh: Ahmad Hilmi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About