Pages

Senin, 04 November 2013

Imajinasi Nada Dalam Goresan Pena (Belajar Menghargai Usaha Anak)

Di usianya yang baru saja melewati tiga tahun, ternyata Nada putriku sudah bisa sedikit menuangkan imajinasinya dalam goresan pena. Beberapa bulan lalu (usia 2,5 tahun sampai 3 tahun), coretan penanya dikertas belum bisa dimengerti orang lain. Tapi toh begitu, dia tetap bisa menafsirkan dan menceritakan maksud coretannya tersebut kepada orang lain.

"umi, abi, adik Nada buat gambar sapi." Dia menunjukkan coretannya dikertas.
"ini telingannya, ini kakinya, ........." penjelasannya kepada kami dari coretan yang dia buat. Padahal kami tidak membayangkan sama sekali kalau itu gambar seekor sapi. Dan masih banyak lagi coretan-coretan ringan yang dia buat beserta penjelsaanya.

Yang kami keran, anak sekecil itu sudah bisa menuangkan imajinasinya dalam goresan tinta, dan dia faham betul maksud yang dia coretkan. Bukan coretan hampa tanpa makna.


Dan sekarang, di usianya yang 3,1 tahun, gorenan penanya mulai bisa kami mengeri. seperti siang tadi, ketika dia menggambar bentuk kepala manusia, dia menunjukkan gambar tersebut kepada uminya. kita faham gambar tersebut tanpa meminta penjelasannya.

Memang masih jauh dari kata sempurna untuk bisa dikatakan sebagai gambar. Tapi setidakknya dia mampu menuangkan imajinasinnya dalam goresan pena yang bisa dimengerti.


Hargai Usaha anak
Anak, terlebih yang masih dalam masa pertumbuhan, sangat membutuhkan apresiasi. Apresiasi dalam segala tindakan baiknya. Apalagi tindakan baik yang menurutnya dari hasil perjuangan.

Barjalan satu dua langkah adalah usaha besar menurutnya, kerena dia masih dalam proses belajar jalan. Menggoreskan pena dalam beberapa coretan yang sepele adalah usaha besar baginya, karena dia baru saja mengenal alat tulis.

Acungan jempol tangan dari orang di sekelilingnya menjadi begitu bemakna di matanya sebagai simbol penghargaan. Acungan jempol yang tidak mahal, tapi punya arti yang dalam. Mudah bukan menghargai usaha anak.

“subhanallah, adik pinter banget ya, dah bisa gambar sapi.”
“ya Allah, bagus sekali gambarnya.” Sebenarnya gambar itu sama sekali tidak bagus, tapi memujinya jauh lebih baik dari pada sekedar mendiamkannya dalam kekecewaan. Kekecewaan yang bisa membunuh imajinasinya.

Memuji bukan berarti berbohong kosong, tidak bagus dbilang bagus. Tapi terus mendorong, memotivasi dari  usaha baik yang dia lakukan.

Mudah Tapi Susah
Mengacungkan jempol dan melontarkan kata-kata pujian merupakan hal yang sangat mudah dilalukan. Terlebih pujian orang tua kepada buah hatinya. Orang tua yang memahami arti penghargaan atas usaha yang dilakukan anak.

Tapi kenyataanya, tidak semua orang tua mudah mengapresiasi usaha anaknya. Walaupun dari hal paling mudah dan murah, memuji dan mengacungkan jempol.
Orang tua seperti ini biasanya hanya melihat hasilya, dan bukan usahanya.

“buk, pak, nilai raportku ndak ada yang merah lho.”
”halah, nilai enam semua gitu kok dipamerin ke bapak sama ibuk.” Bukan memuji, tapi justru meremehkan.
“mbok ya seperti mas-masmu  dan mbak-mbakmu, bisa dapet rengking satu.”  Walah, sudah tidak mau menghargai, ini malah membandingkan dengan orang lain. Mati sudah harapan si anak untuk mendapatkan penghargaan dari orang tuanya.

Hal ini sangat berbahaya sekali, karena tidak semua anak siap dengan sikap perbandingan seperti ini. Bahkan ini bisa memupuskan mimpinya, menghancurkan usahan dan perjuangannya.

Saya jadi teringat dengan sebuah film kelaurga dari Singapura yang berjudul “I’m Not Stupid”. Film yang menceritakan dua orang anak laki-laki (kakak dan adik) dalam sebuah kelaurga. Keduanya pandai dan cerdas, juga punya perilaku yang baik dan menyenagkan. Tapi  berangsur-angsur keduanya menjadi seperti dungu dan bodoh, juga nakal dan suka berulah. Berubah drastis dari wajah asli mereka. Sebabnya sepele, kedua orang tua dan orang-orang di sekeliling  tidak pernah menghargai usaha mereka, bahkan cenderung meremehkan.

Semoga kedepannya kita, sebagai orang tua, mampu membantu mewujudkan mimpi anak-anak kita dengan belajar menghargai usaha baik yang dia lakukannya. Jangan terburu-buru melihat hasilnay, tapi lihat dulu jerih payah usahanya. Hidupkan dulu jiwanya, baru kemudian tunggu nilainya.

Wallahu a’lam

Oleh: Ahmad Hilmi



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About