Pages

Sabtu, 06 Desember 2014

Pasar dan Fenomena Keburukan Kaum "Mutaffifun" (Pelaku Curang)

Di libur akhir pekan, saya sempatkan menemani istri belanja beras di pasar.   Setelah menanyakan kualitas beras beserta harganya di salah satu kios, kemuadian istri mengambil beras seharga Rp. 9000,00/ kg. Biasanya, dengan kisaran harga segitu, sudah bisa memberoleh beras baru dengan kualitas bagus. Begitupun yang diucapkan pedagang dengan sangat meyakinkan. Kalaupun ada kenaikan harga tak akan terlihat signifikan.

Ternyata, setelah dimasak nasi yang dihasilkan beraroma "apek" dengan rasa yang tidak gurih. Ini menandakan beras itu stok lama atau beras baru yang dicampur dengan beras bulog.

Saya dan istri hanya bergumam, "astagfirullah, ternyata bagi sebagian orang mencari rejeki halal itu tak mudah."


Di lain kesempatan, bapak dan ibu saya membeli ikan Bandeng dengan ukuran timbang 1 kg. Iseng-iseng, bandeng yang sudah dipilih dengan takaran 1 kg (versi pedagangnya) di timbang ulang dengan meminjam alat timbang pedagang lain. Dan hasilnya mengejutkan, selisih timbangan sangat banyak. Dengan tersipu malu si pedagang ikan bandeng itu mengakui kecurangannya dan menambah kekurangnnya.

Dan itulah pasar, oleh Rasulullah disebut sebagai tempat yang paling buruk, yang di dalamnya ada kecurangan, penipuan, manipilasi dll.

أحب البلاد إلى الله مساجدها و أبغض البلاد إلى الله أسواقها

Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim)


Kaum Muthoffifin (Orang-orang yang Berbuat Curang)

Sebenarnya, perilaku curang dalam perdagangan sudah terjadi sejak lama. Begitu pun tatkala Rasulullah awal kali tiba di Yatsrib (Madinah), beliau menemukan banyak sekali pedagang yang mengurangi timbangan dan takaran pada barang dagangannya. Hingga akhirnya fenomena kecurangan ini menjadi sebab turunnya awal Surat Al-Mutaffifin. Allah SWT berfirman:

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ (1) الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (2) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (3) أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ (4) لِيَوْمٍ عَظِيمٍ (5) يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ (6)

1. Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang 2. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi 3. dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi 4.Tidakkah orang-orang itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, 5. pada suatu hari yang besar 6. (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit[8] menghadap Tuhan seluruh alam(QS. Al-Muthaffifin 1 – 5)

Definisi "Muthaffifin" sebagai mana yang sebutkan Iman Ibn Katsir dalam tafsirnya, adalah orang yang merubah takaran dan timbangan. Jika menjadi pembeli dia ingin takaran dan timbangannya disempurnakan atau bahkan minta tambahan, namun ketika menjadi penjual, dia mengurangi timbangan pembelinya.

Pada awal ayat, Allah SWT memberi ancama dengan sebutan "wailun/ celaka" bagi pelaku curang. Di antara bentuk celaka yang mereka derita adalah hilangnya barokah dari harta yang diperoleh. Karena sejatinya, kentungan materi yang mereka dapatkan dari hasil kecurangan hanyalah kekurangan akibat hilangnya barokah. Tidak adanya barokah menyebabkan jauhnya sifat Qonaah (Merasa cukup dan Syukur). Jauhnya sifat Qonaah sering kali menjerumuskan manusia pada sikap Tamak, rakus dan serakah. Kita berlindung kepada Allah SWT dari semua sifat dan perilaku buruk tersebut.

Wallahu a'lam bi as Shawab


Oleh: Ahmad Hilmi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About