Pages

Jumat, 24 Mei 2013

Sholat Kok Sambil Jalan?

sering kita menjumpai orang yang sedang sholat pindah tempat, dari satu shof (baris) ke shof yang lain di depan nya. Baik itu sholat fardhu maupun sholat sunnah. Terkadang perpindahannya pun tidak hanya cukup satu shof saja, bahkan bisa lebih dari itu.

Hal ini terjadi biasanya orang yang sholat tersebut ketika siap untuk melalukan Takbitratul Ihram, dia mencari sesuatu yang bisa dia jadikan sutrah. Dia berdiri di belakang sutrah tersebut agar tidak ada orang yang melintas di depanya.

Terkadang sesuatu yang dia jadikan sutrah adalah orang yang sedang duduk bedzikir atau orang yang juga sedang melaksanakan sholat. Boleh jadi orang yang dijadikan sutrah tersebut pergi dari tempat tersebut.

Nah, parahnya ketika orang yang di depannya tersebut pergi, maka mau tak mau dia kehilangan sutrahnya. Pada saat sutrahnya hilang maka dia berusaha mencari sutrah baru dengan pindah ke shof di depannya. Alih-alih ingin mendapatkan kekhusyuan sholat dengan sutrah, tetapi yang terjadi justru dia disibukkan dengan pindah tempat dari shof ke shof yang lain.


Melihat fenomena di atas, sebenarnya seberapa pentingkah sutrah bagi orang yang melaksanakan sholat.? dan apa pendapat para fuqaha mengenai hukum sutrah ini. Dan apa sajakah yang bisa dijadikan sebagai sutrah.?

pengertian sutrah:
Sutrah secara bahasa berasal dari asal kata bahasa Arab Satara- yasturu, yang berarti sesuatu yang dapat dijadikan penghalang dan menutupinya dari segala sesuatu.
Sedangkan dalam istilah fiqih sutrah berarti: sesuatu yang dapat dijadikan penghalang oleh orang yang sholat agar tidak ada yang melintas di depannya. Baik penghalang tersebut berwujud benda maupun garis yang terlihat oleh orang lain.


Hukum Sutrah:
secara umum para fuqaha dari empat madzhab berpendapat bahwa hukum sutrah adalah sunnah. tidak ada satu pun yang mengatakan wajib. Hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai sesuatu yang bisa dijadikan sutrah.

sebagian mereka berpendapat bahwa sutrah harus berbentuk dinding dan tiang. sebagian yang lain mengatkan cukup dengan benda kecil, seperti tongkat dan sejenisnya. bahkan jumhur fuqaha mengatakan jika sutra cukup dengan garis (penanda) shof yang ada di depannya apabila dia (orang shalat tersebut ) tidak menemukan dinding dan tongkat.

sedangkan hadits-hadits yang berbicara tentang perintah untuk membuat sutrah, oleh para fuqaha dijadikan sebagai dalil sunnah, bukan wajib. karena ada hadits lain yang mengatakan jika Rasulullah pernah sholat tanpa sutrah.

Hadist tentang perintah membuat sutrah:
rasulullah bersabda:

إذا صلى أحدكم فليصل إلى سترة، وليدن منها، ولا يدع أحدا يمر بين يديه


"Apabila seorang dari kamu sholat maka sholatlah dibelakang sutrah dan mendekatlah kepadanya (sutrah). agar dia tidak membiarkan ada orang yang melintas di depannya" (HR. Bukhari dan Muslim)

إذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ شَيْئًا، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيَنْصِبْ عَصًا، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَلْيَخُطَّ خَطًّا ثُمَّ لَا يَضُرُّهُ مَنْ مَرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ»

"Apabila seorang dari kalian sholat, maka buatlah sesuatu di depannya (sebagai sutrah), jika dia tidak mendapatkannya maka berdirikan tongkat, jika tidak mendapatkan juga maka buatlah garis. maka orang yang melintas di depannya tidak akan mengganggunya." (HR. Ahmad dan Ibn Majah) dan hadits ini dishasihkan oleh Ibn Hibban.

Oleh para ulama hadits ini dijadikan dalil sunahnya sutrah, bukan wajib. karena ada hadist berikutnya yang mengatakan jika Rasulullah pernah sholat tanpa sutrah.

عنِ الْفَضْل بْنِ الْعَبَّاسِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: قَال أَتَانَا رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ فِي بَادِيَةٍ لَنَا فَصَلَّى فِي صَحْرَاءَ لَيْسَ بَيْنَ يَدَيْهِ سُتْرَةٌ
Dari Fadhl bin Al-abbas Radiyallahu anhuma dia berkata: "Rasulullah mendatangi kami ketika kami berada di badiyah (pedalaman). kemudian beliau sholat di padang pasir tanpa sutrah di depannya" (HR. Abu Daud)

Ibnu Abbas juga meriwayatkan:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي فَضَاءٍ لَيْسَ بَيْنَ يَدَيْهِ شَيْءٌ
"sesungguhnya Rasulullah SAW sholat di Fadlo (tempat terbuka) sedangkan didepannya tidak ada sutrah" (HR. Ahmad)


Menjadikan orang lain sebagai sutrah
seperti yang telah digambarkan di depan, ada sebagian orang yang sholat dibelakang orang lain. Hal ini sering terjadi ketika sholat sunnah. Sedang orang yang berada di depannya pindah tempat sebelum dia (orang yang sholat tersebut) menyelesaikan sholatnya. Yang dia lakukan kemudian berjalan kedepan mencari sutrah lain tampa mempertimbangkan jarak. Bahkan ada yang berjalan hingga dua sampai tiga shof di depannya.

kemudian bagaimanakah pandangan ulama mengenai hal ini?

Para ulama membolehkan bagi arang yang sholat untuk menjadikan orang lain di depannya sebagai sutrah, baik dalam posisi duduk maupun berdiri. Hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai batasan-batasannya. Ada yang berpendapat harus menghadap punggung orang yang di depannya, bukan wajahnya.

Ada juga yang mengatakan orang yang dijadikan sutrah boleh dalam posisisi apa pun, berdiri, duduk maupun berbaring, pugggung maupun muka. Pendapat yang lain mengatakan, siapapun orang yang di depannya yang penting bukan wanita asing. ada lagi yang berpendapat selain orang kafir.

Secara ringkas semua ulama membolehkan orang lain sebagai sutrah sholat asalkan bisa mendatangkan kekhusyukan. Orang yang sholat tidak disibukkan oleh gerakan-orakan orang yang ada di depannya. Termasuk pindahnya orang yang dijadikan sutrah dari tempatnya. Hal ini jelas sangat mengganggu kekhusyuan sholat jika di harus pidah shof. Padahal diantara tujuan dijadikannya sutrah adalah agar orang yang sholat tersebut bisa khusyuk dan tidak terganggu dari lalu-lalang manusia yang melintas di depannya.

Lantas pertanyaan nya adalah apakah banyak bergerak tidak merusak sholat, atau bahkan bisa membatalkannya?


Batasan gerak yang dalam sholat
Secara umum para ulama mengatakan jika banyak bergerak di luar amalan sholat bisa mebatalkannya. Hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai batasan pasti model dan banyaknya gerakan.

Madzhab Hanafi mengatakan, gerak yang membatalkan sholat adalah gerak diluar amalan sholat dan tidak dibutuhkan.

Sedangkan Syafi'yah dan Hanabilah memberi batasan banyak dan sedikit dilihat menurut 'urf (kebiasaan) masyarakat setempat.
Pendapat Syafi'iyah yang lain mengatakan bahwa tiga kali gerak atau lebih maka sudah membatalkan sholat.

Terkadang ketika sholat juga kita pernah menggaruk bagian tubuh yang gatal, terlebih lagi gatal yang benar-benar tidak tertahan. Hal ini boleh dilakukan dengan batas yang wajar.

Mengenai gerak yang diperbolehkan dalam sholat, Rasulullah pernah mencontohkan dalam suatu hadits.

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّ النَّاسَ فِي الْمَسْجِدِ، فَكَانَ إِذَا قَامَ حَمَل أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ، وَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا

“sesungguhnya Rasulullah pernah mengimami jama’ah sholat di masjid, ketika beliau dalam posisi bediri maka beliau menggendong Umamah binti Zainab, dan mletakkannya ketika beliau sujud” (HR. Bukhari dan Muslim)


Kesimpulan:
Walaupun berjalan mencari sutrah bukan bagian gerakan yang membatalkan sholat, akan tetapi selayaknya tidak dilakukan. Alasannya:
1. Hukum sutrah adalah sunnah. Bagaimana kita mendahulukan sunnah, (memaksakan diri mencari sutrah) sedang rukun sholat ada yang justru terganggu (berdiri dengan tenang).
2. Diantara hikmah sutrah adalah untuk menciptakan suasana khusyuk dalam sholat dan agar tidak ada orang yang melintas. Maka bentuk sutrah pun tidak harus dipaksakan dengan benda yang besar. Karena dengan garis shof yang ada pun sudah cukup.

Wallahu a’lam bis shawab

Oleh: Ahmad Hilmi




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About